
Oleh :
Drs. Dedik Ekadiana, Guru SMPN 88 Slipi, Jakarta
Kabupaten Lumajang adalah salah satu
kabupaten di provinsi Jawa Timur yang memiliki peran historis panjang dalam
sejarah kenegaraan NKRI maupun Jawa Timur itu sendiri. Betapa tidak? Di
kabupaten ini ditemukan banyak situs sejarah yang mengacu pada penempatan
Lumajang sebagai daerah yang berperan besar, setidaknya dalam sejarah Jawa
kontemporer. Uraian singkatnya dapat diterangtkan sebagai berikut:
Kemunculan Lumajang dalam peta sejarah Jawa
kontemporer tidak serta-merta, tetapi telah dimulai sejak masa pemerintahan
Raja Kameswara dari Kerajaan Kediri (1185 - 1191 masehi). Raja yang menganut
agama Hindu sekte Waisnawa itu pada masanya bermaksud
menunaikan tindak ziarah air ke sebuah telaga yang terletak di lereng gunung
Semeru. Tindakan baginda kemudian diabadikan dalam sebuah prasasti yang bernama
prasasti Ranu Kembolo.
Akan tetapi pada masa kerajaan Singosari
(1222 - 1292 masehi) Lumajang hanya berfungsi sebagai tempat peristirahatan
para raja dan pembesar-pembesar kraton, juga sebagai tempat ziarah dan tetirah,
mengingat di dalamnya terdapat gunung Semeru yang disakralkan oleh seluruh
masyarakat Jawa Timur. Maka Lumajang pun saat itu seolah-olah kembali tenggelam
menjadi daerah antah-berantah.
Tahun 1292 masehi, kerajaan Singosari
terhapus dari peta politik Jawadwipa, akibat pengkhi-anatan yang dilakukan oleh
salah seorang keturunan kerajaan Kediri yang bernama Jayakatwang terhadap Prabu
Kertanegara, yang saat itu segenap pasukan tempurnya dikerahkan untuk
menghadapi agresi dari pasukan Kaisar Kubilai Khan dari kerajaan Tiongkok.
Kelemahan pertahanan di kraton berhasil dimanfaatkan oleh Jayakatwang.
Pengkhianatan itu tak berlangsung lama, sebab
menantu Kertanegara yang bernama Raden Wijaya berhasil membalaskan sakit hati
raja terakhir Singosari itu, dengan memanfaatkan kehadiran pasukan Tiongkok
untuk memukul habis kekuatan Jayakatwang, dibantu pula oleh pamannya yang
bernama Aryya Wiraraja. Ia menjanjikan pamannya untuk memberi konsesi di daerah
Lamajang Tigang Juru (Lumajang).
Raden Wijaya akhirnya berhasil mendirikan
kerajaan baru di atas puing-puing kraton Singosari dengan nama kerajaan
Majapahit (1294). Sementara itu, Lamajang Tigang Juru yang diserahkannya kepada
Aryya Wiararaja ditafsirkan oleh Ranggalawe sebagai suatu isyarat pendirian
kerajaan. Ia pun melancarkan pemberontakan terhadap Raden Wijaya untuk
memisahkan Lamajang Tigang Juru dari kekuasaan Majapahit, tetapi berhasil
dipadamkan.
Sepeninggal Raden Wijaya (1309 masehi),
putranya yang masih sangat belia, Kalagemet, naik takhta. Pergolakan politik di
Lamajang Tigang Juru semakin menjadi-jadi. Tak kurang dari Lembu Sora, Nambi,
Ra Kuti dan Ra Semi angkat senjata untuk membela kehormatan Lamajang Tigang
Juru. Terjadinya pemberontakan itu lebih disebabkan oleh tindakan Ramapati yang
menerapkan kebijakan politik yang salah kaprah.
Saat jabatan Ramapati digantikan oleh Gajah
Mada (1319 masehi), situasi politik di Lamajang Tigang Juru menjadi relatif
stabil. Kendati dermikian, situasi stabil itu bukan karena kecakapan Kalagemet
sebagai kepala Negara, tetapi lebih disebabkan oleh peran Gajah Mada dalam
menentukan kebijakan-kebijakan politik yang menyejukkan. Ia memang sosok patih
muda usia yang memiliki dedikasi tinggi bagi kejayaan Majapahit di kemudian
hari.
Kalagemet mangkat mendadak (1328 masehi), dan
segera digantikan oleh adiknya yang Tribuwanattungga Dewi. Pada masa
pemerintahannya sempat terjadi pemberontakan di Lamajang Tigang Juru yng
dipimpin oleh Sadeng. Lagi, pemberontakan itu berhasil dipadamkan oleh pasukan
yang dipimpin langsung oleh Gajah Mada, pasca-pemberontakan tersebut, Patih Gajah
Mada melaksanakan “Amukti Palapa”.
Lamajang Tigang Juru benar-benar menjadi
daerah stabil pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350 – 1389 masehi).
Beliau meneguhkan Lamajang Tigang Juru sebagai cagar budaya dan kota wisata
religi bagi para petinggi kerajaan. Selama 39 tahun masa pemerintahannya,
Lamajang Tigang Juru menjadi contoh bagi daerah-daerah lain di Majapahit untuk
mengem-bangkan kosa budaya daerah itu masing-masing.
Sepeninggal Prabu Hayam Wuruk, Majapahit
mengalami kemunduran yang sangat signifikan, diawali dengan terjadinya perang
Paregreg (1401 – 1405) antara pasukan kerajaan yang saat itu dipimpin oleh Wikramawardhana
(suami Bre Ayu Suhita) melawan pasukan dari Blambangan yang dipimpin oleh Bre
Wirabhumi (putra Hayam Wuruk dari selir), dan Lamajang Tigang Juru terseret
dalam ajang pertikaian politik paling berdarah di Majapahit.
Setelah perang Paregreg, Majapahit pun secara
perlahan tapi pasti tenggelam dalam haribaan sejarah bangsa, nasib yang sama
dialami oleh Lamajang Tigang Juru. Kawasan sejuk yang terletak di kaki gunung
Semeru ini pun kehilangan kontak sejarah dengan Negara induknya, Majapahit. Kita
sebagai putra-putri yang terlahir di tanah Lamajang harus terpanggil untuk
menggali sejarah daerah ini yang telah lama tenggelam.
Sumber : emsatu.com
Sumber : emsatu.com

Berikutnya
« Prev Post
« Prev Post
Artikel Sebelumnya
Next Post »
Next Post »