
Oleh : Agus Ulinuha, ST
Penulis adalah Pemerhati Sosial dan Politik
"Partai politik belum mampu melahirkan sosok-sosok seorang negarawan, yang dilahirkan malah pemimpin-pemimpin prematur yang hanya bermodalkan kemapanan ekonomi dan dengan mudah menjadi wakil-wakil rakyat, tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan kapasitas dan kapabilitasnya sebagai seorang pemimpin."
Pemilihan
umum hakikatnya merupakan wahana pergantian estafet kepemimpinan dan ini adalah
cara yang paling lembut dalam mengganti seorang pemimpin sesuai dengan
konstitusi. Namun seiring waktu, momentum ini telah berganti menjadi proses
melanggengkan kekuasaan. Dimana pemilu hanya terhenti pada proses sirkulasi
kekuasaan tanpa dimaknai pergantian suatu masa kedalam masa yang lebih baik.
Di
tengah digaungkannya dan diagung-agungkannya demokrasi namun bukannya
kesejahteraan rakyat yang didapat malah korupsi merajalela. Dengan
bertameng demokrasi, elit partai politik mengemasnya dalam selimut materialism.
Sekarang kita hidup dalam Negara yang kehilangan ruh nya, mulai pudar
ideologinya. Kondisi ini dipicu perilaku politik yang tidak beretika, karena politik
sekarang hanya terpusat pada perebutan kekuasaan dan melanggengkan kekuasaan.
Sehingga kondisi rakyat yang sebagian besar berada dibawah garis kemiskinan ini
dimanfaatkan oleh hampir seluruh parpol untuk melegtimasi masing-masing
partainya (atas nama rakyat). Pendekatan yang paling diterima dan dirasakan
langsung oleh rakyat adalah dengan pendekatan ekonomi, bahwa politisi haruslah
seorang yang mapan ekonomi, namun tidak memperhatikan akhlak dan kematangan
intelektualitasnya.
Cara
yang dilakukannya adalah dengan membagi-bagikan uang, sembako, bahkan jabatan
demi kekuasaan yang ingin diraihnya, namun setelah ia menjadi seorang pemimpin
(penguasa) maka hal yang pertama ia lakukan adalah berusaha mengembalikan modal
yang telah ia keluarkan dan dengan perasaan telah membeli suara rakyat maka ia
akan bebas memimpin dengan orientasi pelanggengan kekuasaan, pensejahteraan
pribadi atau kelompok.
Tapi
inilah realitasnya, bahwa partai politik belum mampu melahirkan sosok-sosok
seorang negarawan, yang dilahirkan malah pemimpin-pemimpin prematur yang hanya
bermodalkan kemapanan ekonomi dan dengan mudah menjadi wakil-wakil rakyat,
tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan kapasitas dan kapabilitasnya sebagai
seorang pemimpin. Sehingga kebijakan-kebijakan yang
dihasilkan akan menjadi lingkaran setan (ada uang ada kekuasaan), atau dalam
bahasa kerennya "Mau jadi wakil rakyat? Wani piroo… ?".
Dengan
kondisi semacam ini mustahil jika Indonesia akan bangkit dari krisis
multidimensi yang tengah melanda sejak puluhan tahun silam. Maka untuk
mengembalikan demokrasi kedalam hakikatnya (dari, oleh dan untuk rakyat), sudah
saatnya bangsa Indonesia harus berbenah diri, baik dari system parpol,
instrumentnya dan juga rakyat sebagai konstituen bersama-sama berkomitmen
membangun Indonesia menjadi lebih baik
Hendaknya
politisi memberi pendidikan politik yang baik pada rakyat dengan memulai pada
pembangunan sumber daya manusia sebagai tonggak peradaban bangsa, sebagai motor
dalam pembangunan bangsa serta peningkatan taraf ekonomi rakyat dengan system
perekonomian yang bersifat kerakyatan.
Momentum
pemilihan umum yang akan di selenggarakan pada tanggal 17 April 2019 ini, mulai
dari pemilihan legislatif DPRD Kab/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD serta
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden gunakan akal sehat dan hati untuk memilih
pemimpin yang mampu mengemban amanat rakyat dengan sebaik-baiknya.

Berikutnya
« Prev Post
« Prev Post
Artikel Sebelumnya
Next Post »
Next Post »